Kamis, 29 Mei 2008

MENGIDENTIFIKASI KETERBATASAN LAPANGAN KERJA


Oleh :
KELOMPOK III


1. Kondisi Tenaga Kerja Dan Kaitannya Dengan Keterbatasan Lapangan Kerja
Kondisi tenaga kerja Indonesia saat ini kurang begitu menggembirakan. Data BPS tahun 1996, tenaga kerja Indonesia menurut golongan usia dan pendidikan tertinggi yang ditamatkan diperoleh 6,664 persen (729.858) tidak sekolah, 12,460 persen (1.364.605) tidak tamat sekolah, 28,168 persen (3.048.859) Sekolah Dasar, 13, 874 persen (1.519.436) Sekolah Menengah Pertama, 30,259 persen (3.313.510) Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, 4,153 persen (454.841) Diploma dan 4,423 persen (484.374) Universitas. Melihat kenyataan tersebut, kondisi tenaga kerja perlu mendapat perhatian lebih dalam era PJP II ini.
Pada pembangunan jangka panjang kedua disebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi harus didukung oleh produktivitas dan efisiensi sumber daya manusia yang berkualitas (GBHN, 1993). Untuk mencapai sasaran itu diperlukan usaha mengembangkan kemampuan individu yang berkesinambungan dan memenuhi syarat-syarat sebagai seorang tenaga kerja yang berkualitas. Sunardi (1992) menyatakan syarat seorang calon tenaga kerja yang baik antara lain yaitu memiliki pengetahuan luas, ketrampilan yang memadai, mampu berkomunikasi secara lisan maupun tertulis dengan baik, memiliki motivasi yang kuat, mau bekerja keras, serta mampu bekerja secara cermat dan tepat. Tenaga kerja Indonesia perlu dibenahi karena ada lima sikap mental yang tidak mendukung peningkatan produktivitas yaitu : (a) Kurang disiplin, (b) kurang kreatif, (c) kurang inovatif, (d) kurang motivasi, (e) kurang dinamis dalam melaksanakan pekerjaan (Batubara, 1988).
Menurut UU No. 20 tahun 1999, penduduk usia kerja adalah penduduk usia 15 tahun keatas yang terdiri dari Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja. Yang termasuk Angkatan Kerja adalah penduduk dalam usia kerja (15 tahun keatas) yang bekerja, mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja, dan orang tidak bekerja yang mencari pekerjaan. Sedangkan bukan angkatan kerja, adalah penduduk dalam usia kerja (15 tahun keatas) yang tidak bekerja, tidak mencari pekerjaan, tetapi kegiatan golongan ini masih bersekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya (seperti tidak mampu bekerja, pensiun).
Pembangunan ketenagakerjaan merupakan upaya menyeluruh dan ditujukan pada peningkatan, pembentukan dan pengembangan tenaga kerja yang berkualitas, produktif, efisien, efektif dan berjiwa wiraswasta sehingga mampu mengisi, menciptakan dan memperluas lapangan kerja, yang pada gilirannya akan mampu meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat.
Kondisi tenaga kerja

2. Ketersediaan Tenaga Kerja Dengan Pertumbuhan Penduduk
Laju pertumbuhan penduduk di Indonesia dinilai sebagai masih sangat tinggi, dan kondisi tersebut juga berdampak terhadap berbagai sektor, anatara lain seperti ketersediaan lapangan pekerjaan. Jumlah penduduk miskin yang semakin tinggi merupakan masalah besar yang juga, dihadapi oleh para pemerintah daerah. Hal tersebut terkait dengan otonomi daerah dimana kewenangan sepenuhnya dilakukan oleh daerah.
Negara Indonesia saat ini sudah berada pada urutan ke-4 terbesar di dunia dalam jumlah terbesar penduduknya setelah China, India, dan Amerika Serikat. Tingginya jumlah penduduk tidak akan bermasalah jika dibarengi dengan kualitas, dan juga tersedianya lapangan kerja. Tetapi yang trejadi sekarang ini jumlah pengangguran makin tinggi, dan angka kemiskinan pun makin bertambah. Karena itu, dalam menyikapi hal ini pemerintah daerah juga harus berperan aktif khususnya dalam program keluarga berencana, dan bukan hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata. Sudah ada upaya pemda dalam memperhatikan masalah program keluarga berencana (KB) ini, karena disadari bahwa pertumbuhan ekonomi tidak akan pernah berdampak baik kalau tidak dibarengi dengan pembatasan jumlah penduduk.
Selain itu yang perlu diamati, yakni mengenai tingkat usia penduduk Indonesia yang semakin panjang yakni 70 tahun keatas yang jumlahnya makin besar. Hal ini dinilainya sebagai sangat berbahaya jika tidak disertai dengan kualitas penduduk. Untuk mengendalikan jumlah penduduk di daerah, diperlukan lebih banyak petugas lapangan KB (PLKB), yang kini mempunyai wilayah kerja paling tidak 1-2 desa dan perlu usaha yang keras.

3. Tenaga Kerja, Pengangguran Dan Permasalahannya.
Kondisi ketenagakerjaan selama 61 tahun Indonesia merdeka masih memprihatinkan. Bahkan 26 tahun terakhir, menorehkan catatan terburuk di mana terjadi ledakan pengangguran dengan tren angka pengangguran yang terus meningkat. Kondisi yang masih memprihatinkan itu, tergambar dari angka statistik mengenai ketenagakerjaan. Dengan 11,1 juta pengangguran terbuka dan 40 juta tergolong setengah pengangguran dan penggangguran terselubung. ini merupakan kondisi superkrisis. Kondisi tenaga kerja yang dikategorikan pekerja juga sebetulnya tidak bisa disebut benar-benar bekerja. Karena dari komposisi pekerja, hanya 28% yang bekerja di sektor formal. Sementara 72% lainnya bekerja di sektor informal. Hal tersebut menjelaskan tren peningkatan pekerja muda yang masih usia sekolah. Dari sisi jumlah pengangguran, angka tahun ini hanya kalah buruk oleh angka pengangguran tahun 1980. Tapi jika dilihat dari banyaknya pekerja sektor informal, malah lebih buruk dari tahun 1980. Saat itu, hanya 68% yang bekerja di sektor informal. Komposisi pengangguran juga tak kalah mengkhawatirkan. Saat ini terjadi degradasi kalangan terdidik Indonesia, dengan makin meningkatnya jumlah pengangguran dari kalangan terdidik. Sebanyak 12% pengangguran sekarang, merupakan kalangan terdidik lulusan S-1. Semua kondisi ini membuat angka kemiskinan makin meningkat. Diperkirakan saat ini 33,34% masyarakat Indonesia hidup dalam kemiskinan. Ini data resmi BPS (Badan Pusat Statistik).
Tenaga Kerja dan Pembangunan/Center for Labour and Development Studies (CLDS) ini. Dengan ledakan pengangguran dan banyaknya orang miskin seperti saat ini, seharusnya Indonesia memilih mode ekonomi politik yang berbasis bekerja produktif (employment base economy), yakni mengembangkan berbagai sektor produksi yang bisa menyerap tenaga kerja sebanyak-banyaknya. Pola industrialisasi yang dikembangkan negara Cina, dinilai, cukup baik untuk ditiru Indonesia. Di sana industri padat karya dikembangkan besar-besaran. Selain menyerap banyak pengangguran, hasil produksi mereka pun menjadi berlimpah dan bisa membanjiri dunia.


4. Undang-Undang Tenaga Kerja Tentang Gaji Upah, Perlindungan, Dan Kesejahteraan
UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAANBAB VIIPERLINDUNGAN, PENGUPAHAN, DAN KESEJAHTERAAN
Pasal 95
(1) Setiap pengusaha dilarang mempekerjakan anak.
(2) Tidak dianggap sebagai mempekerjakan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila
pekerjaan yang dilakukan semata-mata oleh anggota satu keluarga yang sama;
pekerjaan untuk keperluan rumah dan halaman, sepanjang dilakukan oleh anggota keluarga secara gotong royong menurut kebiasaan setempat;
pekerjaan yang dilakukan oleh siswa sekolah teknik dan kejuruan untuk umum yang diawasi oleh Pemerintah;
pekerjaan di rumah penampungan baik milik Pemerintah maupun swasta, usaha-usaha sosial atau yayasan, dan Balai Pemasyarakatan Anak.


Pasal 96
(1) Larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 tidak berlaku bagi anak yang karena alasan tertentu terpaksa bekerja.
(2) Bagi pengusaha yang mempekerjakan anak yang karena alasan tertentu terpaksa bekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan perlindungan.
(3) Perlindungan anak yang karena alasan tertentu terpaksa bekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :
a. tidak mempekerjakan anak lebih dari 4 (empat) jam sehari;
b. tidak mempekerjakan anak antara pukul 18.00 sampai pukul 06.00;
c. memberikan upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebanding dengan jam kerjanya;
d. tidak mempekerjakan anak dalam tambang bawah tanah, lubang di bawah permukaan tanah, tempat mengambil mineral logam dan bahan-bahan galian lainnya dalam lubang atau terowongan di bawah tanah termasuk dalam air;
e. tidak mempekerjakan anak pada tempat-tempat dan/atau menjalankan pekerjaan yang sifat pekerjaannya dapat membahayakan kesusilaan, keselamatan, dan kesehatan kerjanya;
f. tidak mempekerjakan anak di pabrik di dalam ruangan tertutup yang menggunakan alat bermesin;
g. tidak mempekerjakan anak pada pekerjaan konstruksi jalan, jembatan, bangunan air, dan bangunan gedung; dan
h. tidak mempekerjakan anak pada pemuatan, pembongkaran, dan pemindahan barang di pelabuhan, dermaga, galangan kapal, stasiun, tempat pemberhentian dan pembongkaran muatan, serta di tempat penyimpanan barang atau gudang.
(4) Ketentuan mengenai pekerjaan yang berbahaya lainnya dan tata cara mempekerjakan anak yang karena alasan tertentu terpaksa bekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 97
(1) Setiap pengusaha dilarang mempekerjakan orang muda untuk melakukan pekerjaan :
di dalam tambang bawah tanah, lubang di bawah permukaan tanah, tempat mengambil mineral logam dan bahan-bahan galian lainnya dalam lubang atau terowongan di bawah tanah termasuk dalam air
pada tempat-tempat kerja tertentu yang dapat membahayakan kesusilaan, keselamatan, dan kesehatan kerja;
pada waktu tertentu malam hari.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal orang muda :
mengikuti pendidikan dan pelatihan kerja;
melakukan pekerjaan yang sifat pekerjaannya sewaktu-waktu harus turun di bagian-bagian tambang dan lubang di dalam permukaan tanah.
(3) Ketentuan mengenai larangan orang muda yang bekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, dan ketentuan mengenai waktu tertentu malam hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yang berhubungan dengan jenis pekerjaan, akan diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 98
(1) Setiap pengusaha dilarang mempekerjakan wanita untuk melakukan pekerjaan :
di dalam tambang bawah tanah, lubang di bawah permukaan tanah, tempat mengambil mineral logam dan bahan-bahan galian lainnya dalam lubang atau terowongan di bawah tanah termasuk dalam air;
pada tempat kerja yang dapat membahayakan keselamatan, kesehatan, kesusilaan, dan yang tidak sesuai dengan kodrat, harkat, dan martabat pekerja wanita;
pada waktu tertentu malam hari.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal :
mengikuti pendidikan dan pelatihan kerja;
melakukan pekerjaan yang sifat pekerjaannya sewaktu-waktu harus turun di bagian-bagian tambang bawah tanah;
melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan pelayanan kepentingan dan kesejahteraan umum.
(3) Dalam hal jenis dan tempat pekerjan mengharuskan dilakukan pada malam hari, maka pengusaha diwajibkan memperoleh izin.
(4) Jenis, tempat pekerjaan, persyaratan, dan tata cara perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
(5) Ketentuan mengenai tempat kerja yang membahayakan keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan, serta pekerjaan yang tidak sesuai dengan kodrat, harkat, dan martabat, dan bekerja pada waktu tertentu malam hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c, dan pekerjaan yang berhubungan dengan pelayanan kepentingan dan kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 99
Untuk melindungi keselamatan dan kesehatan, pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja wanita yang sedang hamil dan/atau sedang menyusui pada waktu tertentu malam hari.
Pasal 100
(1) Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja bagi pekerja yang dipekerjakan.
(2) Waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. waktu kerja siang hari :
a.1. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
a.2. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
b. waktu kerja malam hari :
b.1. 6 (enam) jam 1 (satu) hari dan 35 (tiga puluh lima) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
b.2. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 35 (tiga puluh lima) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
(3) Dalam hal pengusaha mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja sebagaimana diamksud pada ayat (2), pengusaha wajib membayar upah waktu kerja lembur kepada pekerjanya.
(4) Waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat dilakukan paling banyak :
a. 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu;
b. 8 (delapan) jam dalam 1 (satu) hari waktu kerja siang hari untuk melakukan pekerjaan pada waktu istirahat mingguan atau hari libur resmi yang ditetapkan; atau
c. 7 (tujuh) jam dalam 1 (satu) hari waktu kerja malam hari untuk melakukan pekerjaan pada waktu istirahat mingguan atau hari libur resmi yang ditetapkan.
Pasal 101
Ketentuan mengenai mempekerjakan pekerja wanita yang sedang hamil dan/atau sedang menyusui pada waktu tertentu malam hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99, dan mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (3) dan ayat (4) serta waktu kerja pada sektor-sektor usaha tertentu, diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 102
(1) Setiap pekerja berhak untuk mendapatkan waktu istirahat kerja.
(2) Waktu istirahat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a. istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;
b. istirahat mingguan, sekurang-kurangnya 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;
c. istirahat tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 10 (sepuluh) hari kerja untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu, setelah pekerja yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus:
d. istirahat sepatutnya untuk menjalankan kewajiban/menunaikan ibadah menurut agamanya.
(3) Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c pelaksanaannya dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pekerja dan pengusaha.
(4) Ketentuan mengenai istirahat tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 103
(1) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 setiap pekerja berhak untuk mendapatkan istirahat panjang paling lama 3 (tiga) bulan setelah bekerja secara terus menerus selama 6 (enam) tahun di suatu perusahaan atau kelompok perusahaan yang mampu.
(2) Ketentuan mengenai perusahaan yang mampu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 104
(1) Pekerja wanita tidak boleh diwajibkan bekerja pada hari pertama dan kedua waktu haid.
(2) Pekerja wanita yang masih menyusui harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusukan bayinya pada jam kerja.
(3) Pekerja wanita harus diberi istirahat selama satu bulan sebelum saatnya menurut perhitungan dokter/bidan melahirkan anak dan dua bulan sesudah melahirkan.
(4) Pekerja wanita yang mengalami gugur kandungan diberi istirahat selama satu setengah bulan.
(5) Waktu istirahat sebelum saat pekerja wanita menurut perhitungan dokter/bidan melahirkan anak, dapat diperpanjang sampai selama-lamanya 3 (tiga) bulan, jika dalam suatu keterangan dokter dinyatakan bahwa dalam hal itu perlu untuk menjaga kesehatannya.
(6) Ketentuan mengenai pelaksanaan waktu istirahat bagi pekerja wanita sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 105
(1) Pengusaha harus menyediakan fasilitas bagi pekerja wanita di lingkungan perusahaan untuk menyusukan bayinya.
(2) Ketentuan mengenai fasilitas menyusui bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 106
Setiap pekerja yang menjalankan haknya untuk melaksanakan waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (2) huruf b dan huruf c. Pasal 103 ayat (1), dan Pasal 104, berhak mendapat upah penuh.
Pasal 107
(1) Setiap pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja pada hari-hari libur resmi.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi pengusaha yang mempekerjakan pekerjanya untuk melakukan pekerjaan yang sifat pekerjaannya harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus menerus.
(3) Setiap pekerja yang melakukan pekerjaan pada hari libur resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berhak mendapatkan upah lembur.
(4) Ketentuan mengenai jenis, sifat, kriteria pekerjaan, dan pengaturan kerja bagi pekerja dan pada hari libur resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 108
(1) Setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
a. keselamatan dan kesehatan kerja;
b. moral dan kesusilaan;
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
(2) Untuk melindungi kesehatan pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya kesehatan kerja.
(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Pasal 109
(1) Setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang layak bagi kemanusiaan.
(2) Untuk mewujudkan penghasilan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah menetapkan perlindungan pengupahan bagi pekerja.
(3) Perwujudan penghasilan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Pemerintah menetapkan upah minimum atas dasar kebutuhan hidup layak.
Pasal 112
(1) Ketentuan mengenai penghasilan yang layak dan perlindungan pengupahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1), ayat (2), dan ayat (6), serta pengaturan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Tata cara penetapan, jenis komponen, dan ketentuan mengenai besarnya upah minimum ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 113
(1) Upah di atas upah minimum ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja.
(2) Dalam penetapan upah, pengusaha dilarang melakukan diskriminasi atas dasar apapun untuk pekerjaan yang sama nilainya.
Pasal 114
(1) Upah tidak dibayar apabila pekerja tidak melakukan pekerjaan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dan pengusaha wajib membayar upah apabila :
a. pekerja sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
b. pekerja tidak masuk bekerja karena berhalangan;
c. pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara;
d. pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
e. pekerja bersedia melakukan pekerjaan yang telah diperjanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang dialami pengusaha;
f. pekerja melaksanakan hak istirahat dan cuti;
g. pekerja melaksanakan tugas organisasi pekerja atas persetujuan pengusaha.
(3) Ketentuan mengenai kriteria, tata cara, dan besarnya pembayaran upah pekerja karena berhalangan melakukan pekerjaan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 115
(1) Untuk memberikan saran dan pertimbangan dalam penetapan kebijakan pengupahan oleh Pemerintah, dibentuk Dewan Pengupahan tingkat Nasional dan Daerah.
(2) Anggota Dewan Pengupahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari wakil pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja, perguruan tinggi dan pakar.
(3) Anggota Dewan Pengupahan tingkat Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, sedangkan anggota Dewan Pengupahan tingkat Daerah diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.
(4) Tata cara pembentukan dan pengangkatananggota, tugas, dan tata kerja Dewan Pengupahan sebagaimana diamksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut oleh Menteri.
UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAANKESEMPATAN DAN PERLAKUAN SAMA
Pasal 5
Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang sama tanpa diskriminasi kepada setiap tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan.
Pasal 6
Pengusaha wajib memberikan perlakuan yang sama tanpa diskriminasi kepada pekerja.
5. Peran sarikat kerja
Ada pameo umum yang banyak diyakini kebenarannya yaitu orang akan bekerja dengan baik jika mendapatkan gaji yang baik pula. Karena itu agar orang produktif, maka berikanlah gaji yang baik. Dalam kenyataannya hubungan antara produktivitas dan gaji tidaklah sesederhana itu. Kedua variabel tersebut tidaklah berhubungan secara langsung dan dalam suatu garis yang lurus. Banyak variabel lainnya yang masuk dalam hubungan tersebut. Cukup banyak studi yang memperlihatkan bagaimana kompleksnya hubungan antara gaji dan produktivitas. Dalam keseharian dapat dilihat dan dinilai apakah kenaikan tunjangan jabatan yang berlaku di kalangan instansi pemerintah saat ini, yang cukup besar, berjalan seiring dengan produktivitas kerja para pejabat tersebut.
Pada tahun 1993 UNINDO melakukan studi di beberapa negara Asia tentang perkembangan produktivitas dan upah tenaga kerja di sektor perpabrikan antara tahun 1980 – 1990 sebagaimana terlihat pada Tabel 4. Pada kurun waktu tersebut tingkat pertumbuhan upah di sektor ini sudah cukup baik dan malah jauh di atas tingkat produktivitas yang terjadi. Bandingkan dengan Thailand dan Malaysia dimana pertumbuhan produktivitas tenaga kerja mereka jauh di atas pertumbuhan gaji. Apa yang terjadi kemudia, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan kedua negara tersebut jauh meninggalkan Indonesia. Jika dilihat data-data kependudukan, termasuk ketenagakerjaan dan kualitas penduduk, maka nampak jelas bahwa Indonesia mengalami banyak permasalahan dalam hal ini. Penduduk yang besar dengan kualitas penduduk yang rendah menyebabkan penduduk tersebut menjadi beban bagi pertumbuhan ekonomi dan bukan pemacu. Dalam skala mikro, tenaga kerja dengan tingkat keterampilan yang pas-pasan, atau bahkan rendah, hanya bisa menempati posisi yang sangat rendah. Ditambah dengan banyaknya “supply” tenaga kerja yang tersedia menyebabkan mereka tidak memiliki posisi tawar menawar yang memadai. Jika kembali pada premis bahwa perluasan kesempatan kerja hanya dapat diperoleh melalui pertumbuhan ekonomi, maka dibutuhkan kearifan bersama antara pengusaha dan pekerja untuk menyikapi hubungan antara pengusaha dan pekerja, terutama berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan pekerja. Apa yang terjadi belakangan ini dengan adanya pemogokan serta aksi pekerja yang cenderung tidak terkendali dalam jangka pendek mungkin dirasakan menguntungkan bagi pekerja, namun dalam jangka panjang akan merugikan semua pihak (lost-lost solution). Jika kemudian kegiatan ekonomi mengalami kemandegan karena pengusaha enggan menanamkan modalnya di Indonesia, maka itu tentu saja mengganggu pertumbuhan ekonomi. Bagaimana angkatan kerja akan terserap jika pertumbuhan ekonomi yang rendah? Padahal Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi untuk menyerap angkatan kerja yang masih terus meningkat dewasa ini.
Diperlukan pendekatan yang bersifat win-win solution antara pengusaha dan pekerja. Dalam hal ini serikat pekerja harusnya dapat berperan besar. Sebagai serikat yang diharapkan menjadi mediator antara pekerja dan pengusaha, maka serikat pekerja harus mampu melakukan penelaahan yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap kondisi internal perusahaan. Hasil telaahan tersebut kemudian dikomunikasikan baik kepada pekerja maupun kepada pengusaha. Sudah waktunya kita melakukan sesuatu berdasarkan fakta (evident-based) dan bukan berdasarkan emosi. Negosiasi berdasarkan emosi hanya akan menghasilkan lost-lost solution sedangkan negosiasi yang win-win solution harus didasarkan pada evident-based. Pekerja juga harus diberikan pemahaman melalui komunikasi dan informasi yang baik bagaimana persoalan gaji, produktivitas, kondisi perusahaan, gambaran makro ketenagakerjaan dan perekonomian negara, dan sebagainya. Serikat pekerja juga harus mampu mengeluarkan alternatif-alternatif model untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja dengan melihat pada kondisi perusahaan. Ini kemudian dinegosiasikan dengan pengusaha. Kesejahteraan harus dilihat dalam konteks jangka panjang, bukan sesaat. Ini berarti gaji hanyalah salah satu aspek dari kesejahteraan. Unsur jaminan hari tua, asuransi, pembagian bonus yang disesuaikan dengan tingkat keuntungan perusahaan, dan sebagainya, harusnya dapat dimasukkan ke dalam perhitungan dan negosiasi tersebut.
Dalam mengembangkan win-win solution diperlukan kejujuran dan transparansi dari kedua belah pihak, serta kepastian hukum. Pengusaha harus menyadari bahwa pekerja adalah aset bagi perusahaan. Jika memang dalam jangka pendek peningkatan gaji dirasakan memberatkan perusahaan, maka sistem asuransi (misalnya Jamsostek) harus dimanfaatkan. Pada tataran kebijakan banyak hal yang telah dilakukan untuk memperbaiki kesejahteraan pekerja. Kewajiban pekerja, waktu kerja, dan lain-lain. Demikian pula tentang hak dan kewajiban pekerja. Namun dalam tataran operasional banyak hal yang telah diatur tersebut, justru dilanggar oleh kedua belah pihak. Ini tidak lain karena lemahnya penegakkan hukum selama ini.
Oleh karena itu, peran yang diharapkan dari serikat pekerja bukanlah melaksanakan pekerjaan “hit and run”. Pekerjaan yang dilakukan bukan sekedar untuk merespons terhadap suatu keadaan misalnya pemogokan atau demonstrasi, namun lebih diarahkan untuk melakukan penelaahan kebutuhan para tenaga kerja secara ilmiah. Untuk kemudian dikomunikasikan dengan pihak perusahaan (manajemen), maupun pekerja itu sendiri. Penelaahan tersebut untuk menemukan fakta (evident-based) terlepas dari dengan atau tanpa adanya pemogokan atau tuntutan dari pekerja.
6. Perlindungan Kerja Dan Kontrak Kerja
UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN
PEMBINAAN PERLINDUNGAN KERJA
Pasal 9
Tiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.
Pasal 10
Pemerintah membina perlindungan kerja yang mencakup :
a. Norma keselamatan kerja;b. Norma keselamatan kerja dan hygiene perusahaan;c. Norma kerja;d. Pemberian ganti kerugian, perawatan dan rehabilitasi dalam hal kecelakaan kerja
Kontrak (perjanjian) adalah suatu "peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal". (Subekti, 1983:1).
Menurut UU Ketenagakerjaan Nomor 25 Tahun 1997 Tentang Ketenagakerjaan :
Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.
Tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki atau wanita yang sedang dalam dan/atau akan melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pekerja adalah tenaga kerja yang bekerja di dalam hubungan kerja pada pengusaha dengan menerima upah.
Pengusaha adalah :
a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara lisan dan/atau tertulis, baik untuk waktu tertentu maupun untuk waktu tidak tertentu yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban. Perjanjian kerja menurut pasal 1601a KUH Perdata adalah suatu perjanjian di mana pihak yang satu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak yang lain, majikan, selama suatu waktu tertentu dengan menerima upah. Dari bunyi pasal tersebut dapat dikatakan bahwa yang dinamakan Perjanjian Kerja harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
a. Ada orang di bawah pimpinan orang lain
Adanya pimpinan orang lain berarti ada unsur wenang perintah. Dalam Perjanjian Kerja ini unsur wenang perintah ini memegang peranan pokok sebab tanpa adanya unsur wenang perintah, berarti bukan Perjanjian Kerja. Adanya unsur wenang perintah berarti antara kedua belah pihak ada kedudukan yang tidak sama. Kedudukan yang tidak sama ini diatur ada sub-ordinasi artinya ada pihak yang kedudukannya di atas (Yang memerintah) dan ada pihak yang kedudukannya di bawah (yang diperintah).
b. Penunaian Kerja
(1) Maksudnya melakukan pekerjaan.
c. Dalam Waktu Tertentu
(2) Dalam Penunaian Kerja, pribadi manusia sangat tersangkut kepada kerja. Tersangkutnya pribadi manusia akan berakhir dengan adanya waktu tertentu.
d. Adanya Upah
(3) Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan, dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh, termasuk tunjangan baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya (Pasal 1 huruf a Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981tentang Perlindungan Upah).
Yang dimaksud dengan imbalan, termasuk juga sebutan honorarium yang diberikan oleh pengusaha kepada buruh secara teratur dan terus-menerus.
Syarat sahnya kontrak (perjanjian)
Menurut Pasal 1338 ayat (1) bahwa perjanjian yang mengikat hanyalah perjanjian yang sah. Supaya sah pembuatan perjanjian harus mempedomani Pasal 1320 KHU Perdata.
Pasal 1320 KHU Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian yaitu harus ada :
1. Kesepakatan
Yang dimaksud dengan kesepakatan di sini adalah adanya rasa ikhlas atau saling memberi dan menerima atau sukarela di antara pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut. Kesepakatan tidak ada apabila kontrak dibuat atas dasar paksaan, penipuan, atau kekhilafan.
2. Kecakapan
Kecakapan di sini berarti para pihak yang membuat kontrak haruslah orang-orang yang oleh hukum dinyatakan sebagai subyek hukum. Pada dasarnya semua orang menurut hukum cakap untuk membuat kontrak. Yang tidak cakap adalah orang-orang yang ditentukan oleh hukum, yaitu anak-anak, orang dewasa yang ditempatkan di bawah pengawasan (curatele), dan orang sakit jiwa. Anak-anak adalah mereka yang belum dewasa yang menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan belum berumur 18 (delapan belas) tahun. Meskipun belum berumur 18 (delapan belas) tahun, apabila seseorang telah atau pernah kawin dianggap sudah dewasa, berarti cakap untuk membuat perjanjian.
3. Hal tertentu
Maksudnya objek yang diatur kontrak harus jelas, setidak-tidaknya dapat ditentukan. Jadi, tidak boleh samar-samar. Hal ini penting untuk memberikan jaminan atau kepastian kepada pihak-pihak dan mencegah timbulnya kontrak fiktif.
4. Sebab yang dibolehkan
Maksudnya isi kontrak tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang bersifat memaksa, ketertiban umum, dan atau kesusilaan.
Cara membuat kontrak (perjanjian) kerja :
Untuk membuat kontrak kerja biasanya didahului oleh masa yang harus dilalui sebelum adanya kontrak kerja yang disebut masa percobaan.
1. Masa Percobaan
Masa percobaan dimaksudkan untuk memperhatikan calon buruh (magang), mampu atau tidak untuk melakukan pekerjaan yang akan diserahkan kepadanya serta untuk mengetahui kepribadian calon buruh (magang).
Mengenai pengaturan masa percobaan (Pasal 7 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. : PER-04/MEN/1986 tentang Tata Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Jasa dan Ganti Kerugian) ditentukan bahwa :
1. Hubungan kerja yang mempersyaratkan adanya masa percobaan, harus dinyatakan secara tertulis.
2. Lamanya masa percobaan sebagaimana dimaksud ayat (1) paling lama 3 (tiga) bulan dan boleh diadakan hanya untuk satu kali percobaan.
3. Ketentuan adanya masa percobaan tidak berlaku untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.
Lama masa percobaan paling lama 3 (tiga) bulan, yang berarti bahwa masa percobaan dapat diadakan untuk waktu kurang dari 3 (tiga) bulan, misalnya 1 (bulan), 1 1/2 (satu setengah) bulan, 2 (dua) bulan, 2 1/2 (dua setengah) bulan. Jika masa percobaan lamanya kurang dari 3 (tiga) bulan, tidak boleh diadakan masa percobaan lain dengan dalih lamanya masa percobaan belum mencapai 3 (tiga) bulan, sebab masa percobaan hanya boleh diadakan 1 (satu) kali saja.
Untuk adanya masa percobaan harus dinyatakan secara tertulis lebih dahulu.
2. Yang Dapat Membuat Perjanjian Kerja
Untuk dapat membuat (kontrak) perjanjian kerja adalah orang dewasa.
Mengenai pengertian orang dewasa :
- Menurut KUH Perdata, seseorang dianggap telah dewasa dan karenanya mampu bertindak dalam lalu lintas hukum, jika telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau telah kawin.
- Menurut Hukum Adat, seseorang disebut sebagai orang dewasa jika sudah dipandang sebagai akil balik atau sudah kawin. Biasanya telah berumur 16 (enam belas) tahun atau 18 (delapan belas) tahun.
- Menurut Hukum Perburuhan, orang dewasa ialah orang laki-laki maupun perempuan yang berumur 18 tahun ke atas (Pasal 1 ayat (1) huruf b Undang-undang No. 12 Tahun 1948 tentang Undang-Undang Kerja Tahun 1984).
Berdasarkan uraian di atas maka orang yang dapat membuat perjanjian kerja adalah orang laki-laki maupun perempuan yang berumur 18 tahun ke atas, tidak peduli sudah kawin atau belum.
Menurut hukum perburuhan, orang yang belum dewasa dibagi atas :
- anak, ialah orang laki-laki maupun perempuan yang berumur 14 tahun ke bawah.
- orang muda, ialah orang laki-laki maupun perempuan yang berumur di atas 14 tahun, akan tetapi di bawah 18 tahun.
Dalam Undang-undang Kerja disebutkan bahwa anak tidak boleh menjalankan pekerjaan (pasal 2), dengan kata lain anak tidak dapat mengadakan perjanjian kerja.
3. Bentuk Perjanjian Kerja
Bentuk dari Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu berbeda dengan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu.
Bagi perjanjian kerja untuk waktu tertentu harus dibuat secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia dan tulisan latin, serta harus memuat :
b. nama dan alamat pengusaha/perusahaan
c. nama, alamat, umur dan jenis kelamin buruh
d. jabatan atau jenis/macam pekerjaan
e. besarnya upah serta cara pembayarannya
e. hak dan kewajiban buruh
f. hak dan kewajiban pengusaha
g. syarat-syarat kerjanya
h. jangka waktu berlakunya perjanjian kerja
i. tempat atau lokasi kerja
j. tempat dan tanggal Perjanjian Kerja dibuat dan tanggal mulai berlaku.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat rangkap 3 (tiga) dan masing-masing untuk buruh, pengusaha dan Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu harus didaftarkan pada Kandep setempat dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak ditandatangani. Biaya-biaya dalam rangka pembuatan perjanjian kerja menjadi tanggungan pengusaha.
Bagi perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu bentuknya bebas artinya dapat dibuat secara tertulis maupun lisan. Selain itu bahasa maupun yang digunakan juga bebas, demikian juga dibuat rangkap berapa terserah pada kedua belah pihak.
4. Isi Perjanjian Kerja
Baik dalam KUH Perdata maupun dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-05/PER/1986 tentang Kesepakatan Kerja Untuk Waktu Tertentu tidak ditentukan tentang isi dari perjanjian kerja. Pada pokoknya isi dari perjanjian kerja tidak dilarang oleh peraturan perundangan atau tidak bertentangan dengan ketertiban atau kesusilaan.
Dalam praktek, pada umumnya isi perjanjian kerja biasanya mengenai besarnya upah, macam pekerjaan dan jangka waktunya.
Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, sedangkan perjanjian perburuhan adalah perjanjian yang dibuat oleh serikat pekerja dengan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja.
5. Jangka Waktu Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu
Dalam perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu, dapat diadakan paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang hanya 1 (satu) kali saja dengan waktu yang sama, tetapi paling lama 1 (satu) tahun. Untuk mengadakan perpanjangan pengusaha harus memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada buruh selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja untuk waktu tertentu tersebut berakhir.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diperbaharui hanya 1 (satu) kali saja dan pembeharuan tersebut baru dapat diadakan setelah 21 (dua puluh satu) hari dari berakhirnya perjanjian kerja untuk waktu tertentu tersebut.
6. Penggunaan Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat diadakan untuk pekerjaan tertentu yang menurut sifat, jenis atau kegiatannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
- yang sekali selesai atau sementara sifatnya
- diperkirakan untuk waktu yang tidak terlalu lama akan selesai
- bersifat musiman atau yang berulang kembali
- yang bukan merupakan kegiatan pokok suatu perusahaan atau hanya merupakan penunjang
- yang berhubungan dengan produk baru, atau kegiatan baru atau tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajagan.
Bagi perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat diadakan untuk semua pekerjaan, tidak membedakan sifat, jenis dan kegiatannya.
7. Uang Panjar
Jika pada suatu pembuatan perjanjian kerja diberikan oleh majikan dan diterima oleh buruh uang panjar, maka pihak manapun tidak berwenang membatalkan kontrak (perjanjian) kerja itu dengan jalan tidak meminta kembali atau mengembalikan uang panjar (Pasal 1601e KUH Perdata). Meskipun uang panjar dikembalikan atau dianggap telah hilang, perjanjian kerja tetap ada.
Untuk Keppres belum ada pengaturan lebih lanjut mengenai kontrak kerja.
Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang perjanjian kontrak kerja bagi (Serikat Buruh) adalah PP No. 49 Tahun 1954 tentang Cara Membuat dan Mengatur Perjanjian Perburuhan.
Untuk kontrak kerja (tenaga lokal) dilingkungan MIGAS pada prinsipnya inti dari semua syarat, sifat dari kontrak tersebut adalah sama hanya isi dan pelaksanaan kontrak kerja tergantung dari kebijakan masing-masing perusahaan.


Tidak ada komentar: