Kehidupan awal
Megawati adalah anak kedua Presiden Soekarno yang telah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Ibunya Fatmawati kelahiran Bengkulu di mana Sukarno dahulu diasingkan pada masa penjajahan belanda. Megawati dibesarkan dalam suasana kemewahan di Istana Merdeka.
Dia pernah menuntut ilmu di Universitas Padjadjaran di Bandung (tidak sampai lulus) dalam bidang pertanian, selain juga pernah mengenyam pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (tetapi tidak sampai lulus).
Karir politik Mega yang penuh liku seakan sejalan dengan garis kehidupan rumah tangganya yang pernah mengalami kegagalan. Suami pertamanya, seorang pilot AURI, tewas dalam kecelakaan pesawat di laut sekitar Biak, Irian Jaya. Waktu itu usia Mega masih awal dua puluhan dengan dua anak yang masih kecil. Namun, ia menjalin kasih kembali dengan seorang pria asal Mesir, tetapi pernikahannya tak berlangsung lama. Kebahagiaan dan kedamaian hidup rumah tangganya baru dirasakan setelah ia menikah dengan Moh. Taufiq Kiemas, rekannya sesama aktivis di GMNI dulu, yang juga menjadi salah seorang penggerak PDIP.
Karir Politik
Jejak politik sang ayah berpengaruh kuat pada Megawati. Karena sejak mahasiswa, saat kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Pajajaran, ia pun aktif di GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia).
1986
Pergantian tampuk pimpinan pemerintahan Indonesia.
Tahun 1986 ia mulai masuk ke dunia politik, sebagai wakil ketua PDI Cabang Jakarta Pusat. Karir politiknya terbilang melesat. Mega hanya butuh waktu satu tahun menjadi anggota DPR RI.
1993
Dalam Kongres Luar Biasa PDI yang diselenggarakan di Surabaya 1993, Megawati terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PDI.
1996
Namun, pemerintah tidak puas dengan terpilihnya Mega sebagai Ketua Umum PDI. Mega pun didongkel dalam Kongres PDI di Medan pada tahun 1996, yang memilih Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI.
Mega tidak menerima pendongkelan dirinya dan tidak mengakui Kongres Medan. Ia masih merasa sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Kantor dan perlengkapannya pun dikuasai oleh pihak Mega. Pihak Mega tidak mau surut satu langkah pun. Mereka tetap berusaha mempertahankan kantor DPP PDI. Namun, Soerjadi yang didukung pemerintah memberi ancaman akan merebut secara paksa kantor DPP PDI yang terletak di Jalan Diponegoro.
Ancaman Soerjadi kemudian menjadi kenyataan. Tanggal 27 Juli 1996 kelompok Soerjadi benar-benar merebut kantor DPP PDI dari pendukung Mega. Aksi penyerangan yang menyebabkan puluhan pendukung Mega meninggal itu, berbuntut pada kerusuhan massal di Jakarta yang dikenal dengan nama Peristiwa 27 Juli. Kerusuhan itu pula yang membuat beberapa aktivis mendekam di penjara.
Peristiwa penyerangan kantor DPP PDI tidak menyurutkan langkah Mega. Malah, ia makin mantap mengibarkan perlawanan. Ia memilih jalur hukum, walaupun kemudian kandas di pengadilan. Mega tetap tidak berhenti. Tak pelak, PDI pun terbalah dua: PDI di bawah Soerjadi dan PDI pimpinan Mega. Pemerintah mengakui Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Namun, massa PDI lebih berpihak pada Mega.
1997
Keberpihakan massa PDI kepada Mega makin terlihat pada pemilu 1997. Perolehan suara PDI di bawah Soerjadi merosot tajam. Sebagian massa Mega berpihak ke Partai Persatuan Pembangunan, yang kemudian melahirkan istilah "Mega Bintang". Mega sendiri memilih golput saat itu.
1999
Pemilu 1999, PDI Mega yang berubah nama menjadi PDI Perjuangan berhasil memenangkan pemilu. Meski bukan menang telak, tetapi ia berhasil meraih lebih dari tiga puluh persen suara. Massa pendukungnya, memaksa supaya Mega menjadi presiden. Mereka mengancam, kalau Mega tidak jadi presiden akan terjadi revolusi.
Namun alur yang berkembang dalam Sidang Umum 1999 mengatakan lain: memilih KH Abdurrahman Wahid sebagai Presiden. Ia kalah tipis dalam voting pemilihan Presiden: 373 banding 313 suara.
2001
Namun, waktu juga yang berpihak kepada Megawati Sukarnoputri. Ia tidak harus menunggu lima tahun untuk menggantikan posisi Presiden Abdurrahman Wahid, setelah Sidang Umum 1999 menggagalkannya menjadi Presiden. Sidang Istimewa MPR, Senin (23/7/2001), telah menaikkan statusnya menjadi Presiden, setelah Presiden Abdurrahman Wahid dicabut mandatnya oleh MPR RI.
2004
Masa pemerintahan Megawati ditandai dengan semakin menguatnya konsolidasi demokrasi di Indonesia, dalam masa pemerintahannyalah, pemilihan umum presiden secara langsung dilaksanakan dan secara umum dianggap merupakan salah satu keberhasilan proses demokratisasi di Indonesia. Ia mengalami kekalahan (40% - 60%) dalam pemilihan umum presiden 2004 tersebut dan harus menyerahkan tonggak kepresidenan kepada Susilo Bambang Yudhoyono mantan Menteri Koordinator pada masa pemerintahannya.
Perjalanan Karir
Anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (Bandung), (1965)
Anggota DPR-RI, (1993)
Anggota Fraksi DPI Komisi IV
Ketua DPC PDI Jakarta Pusat, Anggota FPDI DPR-RI, (1987-1997)
Ketua Umum PDI versi
Munas Kemang (1993-sekarang) PDI yang dipimpinnya berganti nama menjadi PDI Perjuangan pada 1999-sekarang
Wakil Presiden Republik Indonesia, (Oktober 1999-23 Juli 2001)
Presiden Republik Indonesia ke-5, (23 Juli 2001-2004)
Perjalanan Pendidikan
SD Perguruan Cikini Jakarta, (1954-1959)
SLTP Perguruan Cikini Jakarta, (1960-1962)
SLTA Perguruan Cikini Jakarta, (1963-1965)
Fakultas Pertanian UNPAD Bandung (1965-1967), (tidak selesai)
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1970-1972), (tidak selesai)
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Jend. TNI Purn. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono (lahir di
Tremas, Arjosari, Pacitan,
Jawa Timur,
Indonesia,
9 September 1949; umur 59 tahun) adalah pensiunan jenderal militer Indonesia dan
Presiden Indonesia ke-6 yang terpilih dalam
pemilihan umum tahun 2004 yang merupakan pemilihan umum presiden Indonesia yang pertama yang diadakan dengan cara pemilihan secara langsung oleh rakyat. Yudhoyono menang dalam pemilu presiden
September 2004 melalui dua tahapan
pemilu presiden atas kandidat Presiden
Megawati Sukarnoputri. Ia mulai menjabat pada
20 Oktober 2004 bersama
Jusuf Kalla sebagai
Wakil Presiden. Susilo Bambang Yudhoyono juga merupakan Presiden Indonesia yang pertama yang menyelesaikan masa kepresidenan 5 tahun sejak
era reformasi dimulai.
Yudhoyono yang dipanggil Sus oleh orang tuanya dan populer dengan panggilan SBY, melewatkan sebagian masa kecil dan remajanya di
Pacitan. Melalui amandemen
UUD 1945 yang memungkinkan presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, ia kemudian terpilih menjadi
Presiden Republik Indonesia pertama pilihan rakyat. Ia menjadi presiden Indonesia keenam setelah dilantik pada
20 Oktober 2004 bersama Wakil Presiden
Jusuf Kalla. Karier militernya terhenti ketika ia diangkat Presiden
Abdurrahman Wahid sebagai
Menteri Pertambangan dan Energi pada tahun
1999 dan tampil sebagai salah seorang pendiri
Partai Demokrat. Pangkat terakhir Susilo Bambang Yudhoyono adalah
Jenderal TNI sebelum pensiun pada
25 September 2000. Selama di militer lebih dikenal sebagai Bambang Yudhoyono.
Keunggulan suaranya dari Presiden sebelumnya,
Megawati Soekarnoputri pada pemilu
2004 membuatnya terpilih sebagai kepala negara Indonesia. Dalam kehidupan pribadinya, Ia menikah dengan Kristiani Herawati yang merupakan anak perempuan ketiga Jenderal (Purn)
Sarwo Edhi Wibowo (alm), komandan RPKAD (kini
Kopassus) yang turut membantu menumpas
Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun
1965.
Latar Belakang Keluarga
Ia lahir di
Kabupaten Pacitan,
Jawa Timur pada
9 September 1949 dari anak pasangan Raden Soekotjo dan Siti Habibah. Dari ayahnya, silsilahnya dapat dilacak hingga Pangeran Buwono Keling dari
Kerajaan Majapahit dengan RM. Kustilah yang merupakan keturunan Gusti Bandoro Ayu (putri
Sri Sultan Hamengkubuwono III.
Seperti ayahnya; Viditaris Sasongko, ia pun berkecimpung di dunia kemiliteran. Selain tinggal di kediaman keluarga di
Bogor (
Jawa Barat), SBY juga tinggal di
Istana Merdeka,
Jakarta. Susilo Bambang Yudhoyono menikah dengan
Kristiani Herawati yang adalah anak perempuan ketiga
Jenderal (
Purnawirawan)
Sarwo Edhi Wibowo (alm). Komandan militer Jenderal Sarwo Edhi Wibowo turut membantu menumpas
PKI (Partai Komunis Indonesia) pada tahun
1965. Dari pernikahan mereka lahir dua anak lelaki, yaitu
Agus Harimurti Yudhoyono (lahir
1979) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (lahir
1982).
Agus adalah lulusan dari SMA Taruna Nusantara tahun
1997 dan Akademi Militer Indonesia tahun
2000. Seperti ayahnya, ia juga mendapatkan penghargaan Adhi Mekayasa dan seorang prajurit dengan pangkat Letnan Satu
TNI Angkatan Darat yang bertugas di sebuah batalion infantri di Bandung,
Jawa Barat. Agus menikahi
Anissa Larasati Pohan, seorang aktris yang juga anak dari mantan Deputi Gubernur
Bank Indonesia. Sejak pertengahan 2005, Agus menjalani pendidikan untuk gelar master-nya di Strategic Studies at Institute of Defense and Strategic Studies,
Singapura. Anak yang bungsu, Edhie Baskoro lulus dengan gelar ganda dalam Financial Commerce dan Electrical Commerce tahun
2005 dari Curtin University of Technology di
Perth,
Australia Barat.
Pendidikan
Akademi Angkatan Bersenjata RI (Akabri) tahun 1973
American Language Course, Lackland,
Texas AS, 1976
Airbone and Ranger Course, Fort Benning , AS, 1976
Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983
On the job training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983
Jungle Warfare School,
Panama, 1983
Kursus Komando Batalyon, 1985
Sekolah Komando Angkatan Darat, 1988-1989
Command and General Staff College, Fort Leavenworth,
Kansas, AS
Master of Art (MA) dari Management Webster University,
Missouri, AS
Doktor dalam bidang Ekonomi Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), tahun 2004.
Karier militerTahun
1973, ia lulus dari
Akademi Militer Indonesia (
Akabri: Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia dengan penghargaan
Adhi Makayasa sebagai murid lulusan terbaik dan
Tri Sakti Wiratama yang merupakan prestasi tertinggi gabungan mental, fisik, dan intelek. Periode
1974-
1976, ia memulai karier di Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad. Pada tahun 1976, ia belajar di
Airborne School dan
US Army Rangers, American Language Course (Lackland-
Texas), Airbone and Ranger Course (Fort Benning)
Amerika Serikat.
Kariernya berlanjut pada periode
1976-
1977 di Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad, Dan Tn Mo 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977), Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-
1978, Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (
1979-
1981, Paban Muda Sops SUAD (1981-
1982. Periode 1982-
1984, ia belajar di Infantry Officer Advanced Course (Fort Benning) Amerika Serikat.
Tahun 1983, ia belajar pada On the job training in 82-nd Airbone Division (Fort Bragg) Amerika Serikat, Jungle Warfare School (
Panama, Kursus Senjata Antitank di
Belgia dan
Jerman pada tahun
1984, Kursus Komando Batalyon (
1985) dan meniti karier di Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985), Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (
1986-
1988), dan Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988).
Periode 1988-
1989, ia belajar di
Sekolah Komando Angkatan Darat dan melanjutkan ke
US Command and General Staff College pada tahun
1991. Periode (1989-
1993), ia bekerja sebagai Dosen Seskoad Korspri Pangab, Dan Brigif Linud 17 Kujang 1 Kostrad (1993-
1994, Asops Kodam Jaya (1994-
1995) dan Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995) serta Chief Military Observer United Nation Peace Forces (UNPF) di
Bosnia-Herzegovina (1995-
1996). Pada tahun
1997, ia diangkat sebagai Kepala Staf Teritorial TNI. Ia pensiun dari kemiliteran pada
1 April 2001 oleh karena pengangkatannya sebagai menteri.
Lulusan Command and General Staff College (Fort Leavenwort)
Kansas Amerika Serikat dan Master of Art (MA) dari Management Webster University
Missouri ini juga meniti karier di Kasdam Jaya (
1996), dan Pangdam II/Sriwijaya sekaligus Ketua Bakorstanasda. Karier militernya terhenti sebagai
Kepala Staf Teritorial (
Kaster ABRI) dengan pangkat Letnan Jenderal.
Karier politik
Tampil sebagai juru bicara Fraksi ABRI menjelang
Sidang Umum MPR 1998 yang dilaksanakan pada
9 Maret 1998 dan Ketua Fraksi ABRI MPR dalam
Sidang Istimewa MPR 1998. Pada
29 Oktober 1999, ia diangkat sebagai
Menteri Pertambangan dan Energi di pemerintahan pimpinan Presiden
Abdurrahman Wahid. Setahun kemudian, tepatnya
26 Oktober 1999, ia dilantik sebagai Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polsoskam) sebagai konsekuensi penyusunan kembali kabinet Abdurrahman Wahid.
Dengan keluarnya
Maklumat Presiden pada
28 Mei 2001 pukul 12.00 WIB, Menko Polsoskam ditugaskan untuk mengambil langkah-langkah khusus mengatasi krisis, menegakkan ketertiban, keamanan, dan hukum secepat-cepatnya lantaran situasi politik darurat yang dihadapi pimpinan pemerintahan. Saat itu, Menko Polsoskam sebagai pemegang mandat menerjemahkan situasi politik darurat tidak sama dengan keadaan darurat sebagaimana yang ada dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1959.
Belum genap satu tahun menjabat Menko Polsoskam atau lima hari setelah memegang mandat, ia didesak mundur pada
1 Juni 2001 oleh pemberi mandat karena ketegangan politik antara Presiden Abdurrahman Wahid dan DPR. Jabatan pengganti sebagai Menteri Dalam Negeri atau Menteri Perhubungan yang ditawarkan presiden tidak pernah diterimanya.
Kabinet Gotong Royong pimpinan Presiden
Megawati Soekarnoputri melantiknya sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) pada
10 Agustus 2001. Merasa tidak dipercaya lagi oleh presiden, jabatan Menko Polkam ditinggalkannya pada
11 Maret 2004. Berdirinya
Partai Demokrat pada
9 September 2002 menguatkan namanya untuk mencapai kerier politik puncak. Ketika Partai Demokrat dideklarasikan pada
17 Oktober 2002, namanya dicalonkan menjadi presiden dalam
pemilu presiden 2004.
Setelah mengundurkan diri dari jabatan Menko Polkam dan sejalan dengan masa kampanye
pemilu legislatif 2004, ia secara resmi berada dalam koridor Partai Demokrat. Keberadaannya dalam Partai Demokrat menuai sukses dalam pemilu legislatif dengan meraih 7,45 persen suara. Pada
10 Mei 2004, tiga partai politik yaitu Partai Demokrat,
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, dan
Partai Bulan Bintang secara resmi mencalonkannya sebagai presiden dan berpasangan dengan kandidat wakil presiden
Jusuf Kalla.
Ringkasan karir
Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad (1974-1976)
Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad (1976-1977)
Dan Tn Mo 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977)
Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978)
Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981)
Paban Muda Sops SUAD (1981-1982)
Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985)
Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988)
Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988)
Dosen Seskoad (1989-1992)
Korspri Pangab (1993)
Dan Brigif Linud 17 Kujang 1 Kostrad (1993-1994)
Asops Kodam Jaya (1994-1995)
Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995)
Chief Military Observer United Nation Peace Forces (UNPF) di
Bosnia-Herzegovina (sejak awal November 1995)
Kasdam Jaya (1996-hanya lima bulan)
Pangdam II/Sriwijaya (1996-) sekaligus Ketua Bakorstanasda
Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998)
Kepala Staf Teritorial (Kaster ABRI (1998-1999)
Mentamben (sejak 26 Oktober 1999)
Penghargaan
- Tri Sakti Wiratama (Prestasi Tertinggi Gabungan Mental Fisik, dan Intelek), 1973
Adhi Makayasa (lulusan terbaik Akabri 1973) Satya Lencana Seroja, 1976
Honor Graduate IOAC, USA, 1983
Satya Lencana Dwija Sista, 1985
Lulusan terbaik Seskoad Susreg XXVI, 1989
Dosen Terbaik Seskoad, 1989
Satya Lencana Santi Dharma, 1996
Satya Lencana United Nations Peacekeeping Force (UNPF), 1996
Satya Lencana United Nations Transitional Authority in Eastern Slavonia, Baranja, and Western Sirmium (UNTAES), 1996
Bintang Kartika Eka Paksi Nararya, 1998
Bintang Yudha Dharma Nararya, 1998
Wing Penerbang TNI-AU, 1998
Wing Kapal Selam TNI-AL, 1998
Bintang Kartika Eka Paksi Pratama, 1999
Bintang Yudha Dharma Pratama, 1999
Bintang Dharma, 1999
Bintang Maha Putera Utama, 1999
Tokoh Berbahasa Lisan Terbaik, 2003
Bintang Kehormatan Darjah Kerabat Laila Utama, 2006, oleh
Sultan Brunei
Masa kepresidenan
MPR periode 1999-2004 mengamandemen Undang-Undang Dasar 1945 UUD 1945 sehingga memungkinkan presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Pemilu presiden dua tahap kemudian dimenanginya dengan 60,9 persen suara pemilih dan terpilih sebagai presiden. Dia kemudian dicatat sebagai presiden terpilih pertama pilihan rakyat dan tampil sebagai presiden Indonesia keenam setelah dilantik pada 20 Oktober 2004 bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ia unggul dari pasangan Presiden Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi pada pemilu 2004.
Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) sebagai prioritas penting dalam kepemimpinannya selain kasus terorisme global. Penanggulangan bahaya narkoba, perjudian, dan perdagangan manusia juga sebagai beban berat yang membutuhkan kerja keras bersama pimpinan dan rakyat.
Di masa jabatannya, Indonesia mengalami sejumlah bencana alam seperti gelombang tsunami, gempa bumi, dll. Semua ini merupakan tantangan tambahan bagi Presiden yang masih bergelut dengan upaya memulihkan kehidupan ekonomi negara dan kesejahteraan rakyat.
Susilo Bambang Yudhoyono juga membentuk UKP3R, sebuah lembaga kepresidenan yang diketuai oleh Marsilam Simandjuntak pada 26 Oktober 2006.[2] Lembaga ini pada awal pembentukannya mendapat tentangan dari Partai Golkar seiring dengan isu tidak dilibatkannya Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam pembentukannya serta isu dibentuknya UKP3R untuk memangkas kewenangan Wakil Presiden, tetapi akhirnya diterima setelah SBY sendiri menjelaskannya dalam sebuah keterangan pers.[1]
Layanan SMS PresidenSekitar bulan
Juni 2005, Presiden SBY memulai layanan pesan singkat (
SMS) ke nomor
telepon selulernya di 0811109949 namun esok harinya terjadi gangguan teknis karena banyaknya SMS yang masuk dan sekarang diganti cukup dengan SMS ke 9949 setelah itu SMS akan dipilih dan disampaikan ke presiden. Nomor 9949 adalah tanggal lahir beliau (
9 September 1949).
Tanggal
28 Juni 2005, Presiden SBY mengirimkan SMS kepada masyarakat dengan nama pengirim Presiden RI yang berisi tentang pencegahan
narkoba.
[3] Kebenaran SMS ini sudah dikonfirmasikan dan
juru bicara Presiden menyatakan berbagai SMS akan menyusul.
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Awal kehidupan dan karier
Jusuf Kalla lahir di
Watampone,
Kabupaten Bone,
Sulawesi Selatan pada tanggal
15 Mei 1942) sebagai anak ke-2 dari 17 bersaudara
[1] dari pasangan Haji Kalla dan Athirah, pengusaha keturunan
Bugis yang memiliki bendera usaha
Kalla Group. Bisnis keluarga Kalla tersebut meliputi beberapa kelompok perusahaan di berbagai bidang industri. Tahun 1968, Jusuf Kalla menjadi CEO dari NV Hadji Kalla. Di bawah kepemimpinannya, NV Hadji Kalla berkembang dari sekedar bisnis ekspor-impor, meluas ke bidang-bidang perhotelan, konstruksi, pejualan kendaraan, perkapalan, real estate, transportasi, peternakan udang, kelapa sawit, dan telekomunikasi. Di
Makassar, Jusuf Kalla dikenal akrab disapa oleh masyarakat dengan panggilan
Daeng Ucu.
Pengalaman organisasi kemahasiswaan Jusuf Kalla antara lain adalah Ketua HMI Cabang Makassar tahun 1965-1966, Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Hasanuddin (UNHAS) 1965-1966, serta Ketua Presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tahun 1967-1969. Sebelum terjun ke politik, Jusuf Kalla pernah menjabat sebagai Ketua Kamar Dagang dan Industri Daerah (
Kadinda)
Sulawesi Selatan. Hingga kini, ia pun masih menjabat Ketua Ikatan Keluarga Alumni (
IKA) di alamamaternya
Universitas Hasanuddin, setelah terpilih kembali pada musyawarah September 2006.
Jusuf Kalla menjabat sebagai
menteri di era pemerintahan
Abdurrahman Wahid (Presiden RI yang ke-4), tetapi diberhentikan dengan tuduhan terlibat
KKN. Jusuf Kalla kembali diangkat sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat di bawah pemerintahan
Megawati Soekarnoputri (Presiden RI yang ke-5). Jusuf Kalla kemudian mengundurkan diri sebagai menteri karena maju sebagai calon wakil presiden, mendampingi calon presiden
Susilo Bambang Yudhoyono.
Dengan kemenangan yang diraih oleh Susilo Bambang Yudhoyono sebagai
Presiden RI yang ke-6, secara otomatis Jusuf Kalla juga berhasil meraih jabatan sebagai
Wakil Presiden RI yang ke-10. Bersama-sama dengan Susilo Bambang Yudhoyono, keduanya menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI yang pertama kali dipilih secara langsung oleh rakyat.
Ia menjabat sebagai ketua umum Partai
Golongan Karya menggantikan
Akbar Tanjung sejak Desember
2004. Pada
10 Januari 2007, ia melantik 185 pengurus Badan Penelitian dan Pengembangan Kekaryaan Partai Golkar di Kantor
DPP Partai Golongan Karya di
Slipi,
Jakarta Barat, yang mayoritas anggotanya adalah cendekiawan, pejabat publik, pegawai negeri sipil, pensiunan jenderal, dan pengamat politik yang kebanyakan bergelar master, doktor, dan profesor. H.M. Jusuf Kalla menikah dengan Hj. Mufidah Jusuf, dan dikaruniai seorang putra dan empat putri, serta sembilan orang cucu.
PendidikanSetelah tidak berkomitmen untuk koalisi dengan
Partai Demokrat, ia ditetapkan dalam Rapat Pimpinan Nasional Khusus Partai Partai Golkar sebagai Calon Presiden dalam Pemilihan Presiden 2009. Dalam perkembangan terakhir, JK memutuskan menggandeng Ketua Umum
Partai Hanura Wiranto sebagai cawapresnya.