Megawati adalah anak kedua Presiden Soekarno yang telah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Ibunya Fatmawati kelahiran Bengkulu di mana Sukarno dahulu diasingkan pada masa penjajahan belanda. Megawati dibesarkan dalam suasana kemewahan di Istana Merdeka.
Dia pernah menuntut ilmu di Universitas Padjadjaran di Bandung (tidak sampai lulus) dalam bidang pertanian, selain juga pernah mengenyam pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (tetapi tidak sampai lulus).
Karir politik Mega yang penuh liku seakan sejalan dengan garis kehidupan rumah tangganya yang pernah mengalami kegagalan. Suami pertamanya, seorang pilot AURI, tewas dalam kecelakaan pesawat di laut sekitar Biak, Irian Jaya. Waktu itu usia Mega masih awal dua puluhan dengan dua anak yang masih kecil. Namun, ia menjalin kasih kembali dengan seorang pria asal Mesir, tetapi pernikahannya tak berlangsung lama. Kebahagiaan dan kedamaian hidup rumah tangganya baru dirasakan setelah ia menikah dengan Moh. Taufiq Kiemas, rekannya sesama aktivis di GMNI dulu, yang juga menjadi salah seorang penggerak PDIP.
Jejak politik sang ayah berpengaruh kuat pada Megawati. Karena sejak mahasiswa, saat kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Pajajaran, ia pun aktif di GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia).
1986
Pergantian tampuk pimpinan pemerintahan Indonesia.
Tahun 1986 ia mulai masuk ke dunia politik, sebagai wakil ketua PDI Cabang Jakarta Pusat. Karir politiknya terbilang melesat. Mega hanya butuh waktu satu tahun menjadi anggota DPR RI.
1993
Dalam Kongres Luar Biasa PDI yang diselenggarakan di Surabaya 1993, Megawati terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PDI.
1996
Namun, pemerintah tidak puas dengan terpilihnya Mega sebagai Ketua Umum PDI. Mega pun didongkel dalam Kongres PDI di Medan pada tahun 1996, yang memilih Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI.
Mega tidak menerima pendongkelan dirinya dan tidak mengakui Kongres Medan. Ia masih merasa sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Kantor dan perlengkapannya pun dikuasai oleh pihak Mega. Pihak Mega tidak mau surut satu langkah pun. Mereka tetap berusaha mempertahankan kantor DPP PDI. Namun, Soerjadi yang didukung pemerintah memberi ancaman akan merebut secara paksa kantor DPP PDI yang terletak di Jalan Diponegoro.
Ancaman Soerjadi kemudian menjadi kenyataan. Tanggal 27 Juli 1996 kelompok Soerjadi benar-benar merebut kantor DPP PDI dari pendukung Mega. Aksi penyerangan yang menyebabkan puluhan pendukung Mega meninggal itu, berbuntut pada kerusuhan massal di Jakarta yang dikenal dengan nama Peristiwa 27 Juli. Kerusuhan itu pula yang membuat beberapa aktivis mendekam di penjara.
Peristiwa penyerangan kantor DPP PDI tidak menyurutkan langkah Mega. Malah, ia makin mantap mengibarkan perlawanan. Ia memilih jalur hukum, walaupun kemudian kandas di pengadilan. Mega tetap tidak berhenti. Tak pelak, PDI pun terbalah dua: PDI di bawah Soerjadi dan PDI pimpinan Mega. Pemerintah mengakui Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Namun, massa PDI lebih berpihak pada Mega.
1997
Keberpihakan massa PDI kepada Mega makin terlihat pada pemilu 1997. Perolehan suara PDI di bawah Soerjadi merosot tajam. Sebagian massa Mega berpihak ke Partai Persatuan Pembangunan, yang kemudian melahirkan istilah "Mega Bintang". Mega sendiri memilih golput saat itu.
1999
Pemilu 1999, PDI Mega yang berubah nama menjadi PDI Perjuangan berhasil memenangkan pemilu. Meski bukan menang telak, tetapi ia berhasil meraih lebih dari tiga puluh persen suara. Massa pendukungnya, memaksa supaya Mega menjadi presiden. Mereka mengancam, kalau Mega tidak jadi presiden akan terjadi revolusi.
Namun alur yang berkembang dalam Sidang Umum 1999 mengatakan lain: memilih KH Abdurrahman Wahid sebagai Presiden. Ia kalah tipis dalam voting pemilihan Presiden: 373 banding 313 suara.
2001
Namun, waktu juga yang berpihak kepada Megawati Sukarnoputri. Ia tidak harus menunggu lima tahun untuk menggantikan posisi Presiden Abdurrahman Wahid, setelah Sidang Umum 1999 menggagalkannya menjadi Presiden. Sidang Istimewa MPR, Senin (23/7/2001), telah menaikkan statusnya menjadi Presiden, setelah Presiden Abdurrahman Wahid dicabut mandatnya oleh MPR RI.
2004
Masa pemerintahan Megawati ditandai dengan semakin menguatnya konsolidasi demokrasi di Indonesia, dalam masa pemerintahannyalah, pemilihan umum presiden secara langsung dilaksanakan dan secara umum dianggap merupakan salah satu keberhasilan proses demokratisasi di Indonesia. Ia mengalami kekalahan (40% - 60%) dalam pemilihan umum presiden 2004 tersebut dan harus menyerahkan tonggak kepresidenan kepada Susilo Bambang Yudhoyono mantan Menteri Koordinator pada masa pemerintahannya.
Perjalanan Karir
Anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (Bandung), (1965)
Anggota DPR-RI, (1993)
Anggota Fraksi DPI Komisi IV
Ketua DPC PDI Jakarta Pusat, Anggota FPDI DPR-RI, (1987-1997)
Ketua Umum PDI versi
Munas Kemang (1993-sekarang) PDI yang dipimpinnya berganti nama menjadi PDI Perjuangan pada 1999-sekarang
Wakil Presiden Republik Indonesia, (Oktober 1999-23 Juli 2001)
Presiden Republik Indonesia ke-5, (23 Juli 2001-2004)
Perjalanan Pendidikan
SD Perguruan Cikini Jakarta, (1954-1959)
SLTP Perguruan Cikini Jakarta, (1960-1962)
SLTA Perguruan Cikini Jakarta, (1963-1965)
Fakultas Pertanian UNPAD Bandung (1965-1967), (tidak selesai)
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1970-1972), (tidak selesai)
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Yudhoyono yang dipanggil Sus oleh orang tuanya dan populer dengan panggilan SBY, melewatkan sebagian masa kecil dan remajanya di Pacitan. Melalui amandemen UUD 1945 yang memungkinkan presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, ia kemudian terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia pertama pilihan rakyat. Ia menjadi presiden Indonesia keenam setelah dilantik pada 20 Oktober 2004 bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla. Karier militernya terhenti ketika ia diangkat Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada tahun 1999 dan tampil sebagai salah seorang pendiri Partai Demokrat. Pangkat terakhir Susilo Bambang Yudhoyono adalah Jenderal TNI sebelum pensiun pada 25 September 2000. Selama di militer lebih dikenal sebagai Bambang Yudhoyono.
Keunggulan suaranya dari Presiden sebelumnya, Megawati Soekarnoputri pada pemilu 2004 membuatnya terpilih sebagai kepala negara Indonesia. Dalam kehidupan pribadinya, Ia menikah dengan Kristiani Herawati yang merupakan anak perempuan ketiga Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo (alm), komandan RPKAD (kini Kopassus) yang turut membantu menumpas Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1965.
Seperti ayahnya; Viditaris Sasongko, ia pun berkecimpung di dunia kemiliteran. Selain tinggal di kediaman keluarga di Bogor (Jawa Barat), SBY juga tinggal di Istana Merdeka, Jakarta. Susilo Bambang Yudhoyono menikah dengan Kristiani Herawati yang adalah anak perempuan ketiga Jenderal (Purnawirawan) Sarwo Edhi Wibowo (alm). Komandan militer Jenderal Sarwo Edhi Wibowo turut membantu menumpas PKI (Partai Komunis Indonesia) pada tahun 1965. Dari pernikahan mereka lahir dua anak lelaki, yaitu Agus Harimurti Yudhoyono (lahir 1979) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (lahir 1982).
Agus adalah lulusan dari SMA Taruna Nusantara tahun 1997 dan Akademi Militer Indonesia tahun 2000. Seperti ayahnya, ia juga mendapatkan penghargaan Adhi Mekayasa dan seorang prajurit dengan pangkat Letnan Satu TNI Angkatan Darat yang bertugas di sebuah batalion infantri di Bandung, Jawa Barat. Agus menikahi Anissa Larasati Pohan, seorang aktris yang juga anak dari mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia. Sejak pertengahan 2005, Agus menjalani pendidikan untuk gelar master-nya di Strategic Studies at Institute of Defense and Strategic Studies, Singapura. Anak yang bungsu, Edhie Baskoro lulus dengan gelar ganda dalam Financial Commerce dan Electrical Commerce tahun 2005 dari Curtin University of Technology di Perth, Australia Barat.
Pendidikan
- Akademi Angkatan Bersenjata RI (Akabri) tahun 1973
- Airbone and Ranger Course, Fort Benning , AS, 1976
- Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983
- On the job training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983
- Jungle Warfare School, Panama, 1983
- Kursus Komando Batalyon, 1985
- Sekolah Komando Angkatan Darat, 1988-1989
- Command and General Staff College, Fort Leavenworth, Kansas, AS
- Master of Art (MA) dari Management Webster University, Missouri, AS
- Doktor dalam bidang Ekonomi Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), tahun 2004.
Tahun 1973, ia lulus dari Akademi Militer Indonesia (Akabri: Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dengan penghargaan Adhi Makayasa sebagai murid lulusan terbaik dan Tri Sakti Wiratama yang merupakan prestasi tertinggi gabungan mental, fisik, dan intelek. Periode 1974-1976, ia memulai karier di Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad. Pada tahun 1976, ia belajar di Airborne School dan US Army Rangers, American Language Course (Lackland-Texas), Airbone and Ranger Course (Fort Benning) Amerika Serikat.
Kariernya berlanjut pada periode 1976-1977 di Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad, Dan Tn Mo 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977), Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978, Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981, Paban Muda Sops SUAD (1981-1982. Periode 1982-1984, ia belajar di Infantry Officer Advanced Course (Fort Benning) Amerika Serikat.
Tahun 1983, ia belajar pada On the job training in 82-nd Airbone Division (Fort Bragg) Amerika Serikat, Jungle Warfare School (Panama, Kursus Senjata Antitank di Belgia dan Jerman pada tahun 1984, Kursus Komando Batalyon (1985) dan meniti karier di Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985), Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988), dan Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988).
Periode 1988-1989, ia belajar di Sekolah Komando Angkatan Darat dan melanjutkan ke US Command and General Staff College pada tahun 1991. Periode (1989-1993), ia bekerja sebagai Dosen Seskoad Korspri Pangab, Dan Brigif Linud 17 Kujang 1 Kostrad (1993-1994, Asops Kodam Jaya (1994-1995) dan Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995) serta Chief Military Observer United Nation Peace Forces (UNPF) di Bosnia-Herzegovina (1995-1996). Pada tahun 1997, ia diangkat sebagai Kepala Staf Teritorial TNI. Ia pensiun dari kemiliteran pada 1 April 2001 oleh karena pengangkatannya sebagai menteri.
Lulusan Command and General Staff College (Fort Leavenwort) Kansas Amerika Serikat dan Master of Art (MA) dari Management Webster University Missouri ini juga meniti karier di Kasdam Jaya (1996), dan Pangdam II/Sriwijaya sekaligus Ketua Bakorstanasda. Karier militernya terhenti sebagai Kepala Staf Teritorial (Kaster ABRI) dengan pangkat Letnan Jenderal.
Karier politik
Dengan keluarnya Maklumat Presiden pada 28 Mei 2001 pukul 12.00 WIB, Menko Polsoskam ditugaskan untuk mengambil langkah-langkah khusus mengatasi krisis, menegakkan ketertiban, keamanan, dan hukum secepat-cepatnya lantaran situasi politik darurat yang dihadapi pimpinan pemerintahan. Saat itu, Menko Polsoskam sebagai pemegang mandat menerjemahkan situasi politik darurat tidak sama dengan keadaan darurat sebagaimana yang ada dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1959.
Belum genap satu tahun menjabat Menko Polsoskam atau lima hari setelah memegang mandat, ia didesak mundur pada 1 Juni 2001 oleh pemberi mandat karena ketegangan politik antara Presiden Abdurrahman Wahid dan DPR. Jabatan pengganti sebagai Menteri Dalam Negeri atau Menteri Perhubungan yang ditawarkan presiden tidak pernah diterimanya.
Kabinet Gotong Royong pimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri melantiknya sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) pada 10 Agustus 2001. Merasa tidak dipercaya lagi oleh presiden, jabatan Menko Polkam ditinggalkannya pada 11 Maret 2004. Berdirinya Partai Demokrat pada 9 September 2002 menguatkan namanya untuk mencapai kerier politik puncak. Ketika Partai Demokrat dideklarasikan pada 17 Oktober 2002, namanya dicalonkan menjadi presiden dalam pemilu presiden 2004.
Setelah mengundurkan diri dari jabatan Menko Polkam dan sejalan dengan masa kampanye pemilu legislatif 2004, ia secara resmi berada dalam koridor Partai Demokrat. Keberadaannya dalam Partai Demokrat menuai sukses dalam pemilu legislatif dengan meraih 7,45 persen suara. Pada 10 Mei 2004, tiga partai politik yaitu Partai Demokrat, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, dan Partai Bulan Bintang secara resmi mencalonkannya sebagai presiden dan berpasangan dengan kandidat wakil presiden Jusuf Kalla.
Ringkasan karir
- Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad (1974-1976)
- Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad (1976-1977)
- Dan Tn Mo 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977)
- Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978)
- Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981)
- Paban Muda Sops SUAD (1981-1982)
- Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985)
- Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988)
- Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988)
- Dosen Seskoad (1989-1992)
- Korspri Pangab (1993)
- Dan Brigif Linud 17 Kujang 1 Kostrad (1993-1994)
- Asops Kodam Jaya (1994-1995)
- Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995)
- Chief Military Observer United Nation Peace Forces (UNPF) di Bosnia-Herzegovina (sejak awal November 1995)
- Kasdam Jaya (1996-hanya lima bulan)
- Pangdam II/Sriwijaya (1996-) sekaligus Ketua Bakorstanasda
- Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998)
- Kepala Staf Teritorial (Kaster ABRI (1998-1999)
- Mentamben (sejak 26 Oktober 1999)
- Menko Polsoskam (Pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid)
- Menko Polkam (Pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri) mengundurkan diri 11 Maret 2004
- Presiden Republik Indonesia (2004-Sedang Menjabat)
Penghargaan
- Tri Sakti Wiratama (Prestasi Tertinggi Gabungan Mental Fisik, dan Intelek), 1973
Adhi Makayasa (lulusan terbaik Akabri 1973) - Satya Lencana Seroja, 1976
- Honor Graduate IOAC, USA, 1983
- Satya Lencana Dwija Sista, 1985
- Lulusan terbaik Seskoad Susreg XXVI, 1989
- Dosen Terbaik Seskoad, 1989
- Satya Lencana Santi Dharma, 1996
- Satya Lencana United Nations Peacekeeping Force (UNPF), 1996
- Satya Lencana United Nations Transitional Authority in Eastern Slavonia, Baranja, and Western Sirmium (UNTAES), 1996
- Bintang Kartika Eka Paksi Nararya, 1998
- Bintang Yudha Dharma Nararya, 1998
- Wing Penerbang TNI-AU, 1998
- Wing Kapal Selam TNI-AL, 1998
- Bintang Kartika Eka Paksi Pratama, 1999
- Bintang Yudha Dharma Pratama, 1999
- Bintang Dharma, 1999
- Bintang Maha Putera Utama, 1999
- Tokoh Berbahasa Lisan Terbaik, 2003
- Bintang Asia (Star of Asia), 2005, oleh BusinessWeek
- Bintang Kehormatan Darjah Kerabat Laila Utama, 2006, oleh Sultan Brunei
- Doktor Honoris Causa, 2006, oleh Universitas Keio
- Darjah Utama Seri Mahkota, 2008, oleh Yang DiPertuan Agong Tuanku Mizan Zainal Abidin
- Susilo Bambang Yudhoyono juga pernah dicalonkan untuk menjadi penerima penghargaan Nobel perdamaian 2006 bersama dengan Gerakan Aceh Merdeka dan Martti Ahtisaari atas inisiatif mereka untuk perdamaian di Aceh
Masa kepresidenan
MPR periode 1999-2004 mengamandemen Undang-Undang Dasar 1945 UUD 1945 sehingga memungkinkan presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Pemilu presiden dua tahap kemudian dimenanginya dengan 60,9 persen suara pemilih dan terpilih sebagai presiden. Dia kemudian dicatat sebagai presiden terpilih pertama pilihan rakyat dan tampil sebagai presiden Indonesia keenam setelah dilantik pada 20 Oktober 2004 bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ia unggul dari pasangan Presiden Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi pada pemilu 2004.
Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) sebagai prioritas penting dalam kepemimpinannya selain kasus terorisme global. Penanggulangan bahaya narkoba, perjudian, dan perdagangan manusia juga sebagai beban berat yang membutuhkan kerja keras bersama pimpinan dan rakyat.
Di masa jabatannya, Indonesia mengalami sejumlah bencana alam seperti gelombang tsunami, gempa bumi, dll. Semua ini merupakan tantangan tambahan bagi Presiden yang masih bergelut dengan upaya memulihkan kehidupan ekonomi negara dan kesejahteraan rakyat.
Susilo Bambang Yudhoyono juga membentuk UKP3R, sebuah lembaga kepresidenan yang diketuai oleh Marsilam Simandjuntak pada 26 Oktober 2006.[2] Lembaga ini pada awal pembentukannya mendapat tentangan dari Partai Golkar seiring dengan isu tidak dilibatkannya Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam pembentukannya serta isu dibentuknya UKP3R untuk memangkas kewenangan Wakil Presiden, tetapi akhirnya diterima setelah SBY sendiri menjelaskannya dalam sebuah keterangan pers.[1]
Sekitar bulan Juni 2005, Presiden SBY memulai layanan pesan singkat (SMS) ke nomor telepon selulernya di 0811109949 namun esok harinya terjadi gangguan teknis karena banyaknya SMS yang masuk dan sekarang diganti cukup dengan SMS ke 9949 setelah itu SMS akan dipilih dan disampaikan ke presiden. Nomor 9949 adalah tanggal lahir beliau (9 September 1949).
Tanggal 28 Juni 2005, Presiden SBY mengirimkan SMS kepada masyarakat dengan nama pengirim Presiden RI yang berisi tentang pencegahan narkoba.[3] Kebenaran SMS ini sudah dikonfirmasikan dan juru bicara Presiden menyatakan berbagai SMS akan menyusul.
Awal kehidupan dan karier
Pengalaman organisasi kemahasiswaan Jusuf Kalla antara lain adalah Ketua HMI Cabang Makassar tahun 1965-1966, Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Hasanuddin (UNHAS) 1965-1966, serta Ketua Presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tahun 1967-1969. Sebelum terjun ke politik, Jusuf Kalla pernah menjabat sebagai Ketua Kamar Dagang dan Industri Daerah (Kadinda) Sulawesi Selatan. Hingga kini, ia pun masih menjabat Ketua Ikatan Keluarga Alumni (IKA) di alamamaternya Universitas Hasanuddin, setelah terpilih kembali pada musyawarah September 2006.
Jusuf Kalla menjabat sebagai menteri di era pemerintahan Abdurrahman Wahid (Presiden RI yang ke-4), tetapi diberhentikan dengan tuduhan terlibat KKN. Jusuf Kalla kembali diangkat sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat di bawah pemerintahan Megawati Soekarnoputri (Presiden RI yang ke-5). Jusuf Kalla kemudian mengundurkan diri sebagai menteri karena maju sebagai calon wakil presiden, mendampingi calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dengan kemenangan yang diraih oleh Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden RI yang ke-6, secara otomatis Jusuf Kalla juga berhasil meraih jabatan sebagai Wakil Presiden RI yang ke-10. Bersama-sama dengan Susilo Bambang Yudhoyono, keduanya menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI yang pertama kali dipilih secara langsung oleh rakyat.
Ia menjabat sebagai ketua umum Partai Golongan Karya menggantikan Akbar Tanjung sejak Desember 2004. Pada 10 Januari 2007, ia melantik 185 pengurus Badan Penelitian dan Pengembangan Kekaryaan Partai Golkar di Kantor DPP Partai Golongan Karya di Slipi, Jakarta Barat, yang mayoritas anggotanya adalah cendekiawan, pejabat publik, pegawai negeri sipil, pensiunan jenderal, dan pengamat politik yang kebanyakan bergelar master, doktor, dan profesor. H.M. Jusuf Kalla menikah dengan Hj. Mufidah Jusuf, dan dikaruniai seorang putra dan empat putri, serta sembilan orang cucu. Pendidikan
The European Institute of Business Administration, Perancis (1977)
Menjelang Pemilu Presiden 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar